Vitamin D semakin banyak diburu masyarakat karena diyakini dapat meningkatkan imun tubuh dan mencegah diri terinfeksi virus COVID-19. Hal ini dikarenakan vitamin D banyak diberikan kepada pasien COVID-19. Lalu apa hubungan antara vitamin D dengan COVID-19 dan sistem imun?
Di awal pandemi, David Meltzer M.D., seorang profesor kedokteran di The University of Chicago, melakukan penelitian retrospektif pada pasien yang sudah berada di sistem rumah sakit. Ia terinspirasi dari penelitian lama yang pernah diterbitkan yang menunjukkan adanya penurunan infeksi virus pernapasan dengan suplementasi vitamin D. Hasilnya mengejutkan. Pasien yang catatannya menunjukkan kekurangan vitamin D pada tahun sebelumnya, 77 persen lebih rentan terjangkit virus COVID-19.
Sementara Vadim Backman, PhD, seorang peneliti dan profesor teknik biomedis di Northwestern University baru-baru ini memimpin penelitian lainnya yang menghubungkan antara kekurangan vitamin D dengan peningkatan komplikasi dan kematian akibat COVID-19. Hasilnya sangat meyakinkan sehingga Skotlandia telah menyediakan pasokan vitamin D selama empat bulan bagi penduduk yang rentan di negara tersebut dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pun dilaporkan mempertimbangkan langkah serupa.
Senada dengan hasil penelitian di atas, Nutrition Expert, Rachel Olsen B.Sc. pun menyatakan bahwa telah banyak jurnal medis yang membuktikan bahwa mengonsumsi suplemen vitamin D dapat “menurunkan tingkat keparahan, keseriusan, dan kematian akibat virus COVID-19”. Vitamin D menjadi sangat erat hubungannya dengan COVID-19 dan sistem imun karena berfungsi mengatur sistem imun dan mengurangi stres oksidatif/peradangan terhadap infeksi virus COVID-19. Selain itu vitamin D juga memiliki banyak manfaat lainnya bagi tubuh, seperti membantu penyerapan kalsium untuk kesehatan tulang, memperbaiki tekanan darah, meregulasi siklus menstruasi dan insulin. Kadar vitamin D yang rendah juga dikaitkan dengan depresi, kecemasan, gangguan fungsi kardiovaskular, dan gangguan neurodegeneratif.
Menariknya, vitamin D tak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga hanya bisa diproses melalui konsumsi makanan tertentu, seperti ikan berlemak, jamur, kuning telur, yogurt, dan produk susu yang diperkaya, serta disintesis melalui kulit kita dengan paparan langsung sinar matahari pukul 7-10 pagi selama sekitar 20 menit—khususnya sinar UVB.
Namun tubuh tak selalu bisa memenuhi vitamin D yang dibutuhkan setiap harinya sehingga butuh suplemen tambahan. Kadar vitamin D yang optimal bagi tubuh pun sesungguhnya tergantung masing-masing individu. Ada beberapa kelompok yang rentan mengalami kekurangan vitamin D, seperti orang yang berkulit gelap, jarang terkena paparan sinar matahari, lansia, ibu hamil, dan juga orang-orang yang mengalami obesitas atau masalah sistem pencernaan (IBS, celiac disease, short bowl syndrome). Namun Anda disarankan untuk mengonsumsi suplemen vitamin D minimal 600-1000 IU dan jangan lebih dari 5.000 IU dalam sehari untuk menghindari dampak negatif pada kadar kalsium darah.
Yuk teman-teman demi kesehatan diri sendiri dan keluarga, kita mulai rutin minum Vitamin D di pandemi COVID-19 ini !